Sabtu, 27 November 2010

--APA HUKUMNYA BERBUAT CURANG DALAM UJIAN ? (jawaban dari Syaikh Muhammad Al-Utsaimin)--



سؤال : 6418 : غش في اختبارات الشهادة الجامعية وتوظّف بها

Curang dalam Ujian untuk Mendapatkan Ijazah Sarjana, Lalu Bekerja dengan Ijazah Tersebut

السؤال : جاء بشهادة جامعية مزورة تعين في العمل بناءً عليها ، وآخر جاء بشهادة جامعية صحيحة لكن قد غش في بعض امتحاناتها ، وآخر زوّر ورقة من متطلبات العمل كشهادة الخبرة ، وقد عملوا وفهموا العمل تماماً ، فماذا يفعل كل من أصحاب هذه الحالات وقد تابوا ؟ علماً أن بعض الأعمال حكومية وبعضها شركات خاصة .

Pertanyaan:

Ada orang yang bekerja dengan sebab ijazah sarjana yang palsu. Ada juga yang memiliki ijazah sarjana yang asli, namun pernah menyontek pada salah satu ujian semesteran. Ada juga yang melengkapi persyaratan kerja berupa ijazah ketrampilan atau profesi palsu. Mereka semua telah bekerja dan menguasai pekerjaannya dengan baik. Apa yang harus dilakukan mereka bertiga setelah mereka bertaubat? Perlu diketahui bahwa sebagian diantara mereka PNS, namun ada juga yang bekerja di perusahaan swasta.


الحمد لله عرضنا هذا السؤال على فضيلة الشيخ محمد بن صالح العثيمين فأجاب حفظه الله : كل ما بُنِيَ على باطل فهو باطل ، وعلى هؤلاء أن يعيدوا الامتحان في الشهادة التي بني عليها راتبه . ولكن إذا قُدِّرَ أن الشهادة الأخيرة ليس فيها غش وكانوا يغشون في المراحل التي قبلها فهذا أرجو الله أن لا يكون فيه بأس .

Jawaban:

Pertanyaan di atas telah kami sampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dan jawaban beliau adalah sebagai berikut, “Jika pondasi rusak, maka bangunannya tentu rusak. Kewajiban ketiga jenis orang di atas adalah mengulang ujian untuk mendapatkan ijazah yang dengan sebab ijazah tersebut mereka bisa mendapatkan gaji. Namun, seandainya saat ujian semester terakhir orang tersebut tidak menyontek dan menyontek hanya dilakukan pada semester-semester sebelumnya, maka aku berharap orang tersebut tidak berdosa disebabkan gaji yang didapatkan dengan ijazah semacam itu”.

س : لكن الشهادة تمنح على جميع المقررات المدروسة خلال سنوات الدراسة .

Pertanyaan, “Namun, nilai yang diberikan di ijazah atau di transkip nilai adalah nilai untuk semua mata kuliah yang diajarkan selama masa belajar”.


ج : إذاً لا يجوز حتى يعيد الاختبار على وجه سليم .

Syaikh al-Utsaimin, “Jika demikian, orang tersebut tidak boleh menerima gajinya, sehingga dia mengulang semua ujian tanpa contekkan”.


س : الآن عملياً لو تقدم للجامعة وقال لهم أريد أن أعيد الاختبار لقالوا له إن النظام لا يسمح له بذلك ؟

Pertanyaan, “Namun realitanya, andai orang tersebut menghadap ke pihak universitas dan menyampaikan keinginannya untuk melakukan ujian ulang, maka pihak universitas akan mengatakan bahwa sistem pembelajaran yang ada tidak mengizinkan hal semacam itu”.


ج : إذاً يستقيل من العمل ثم يعمل على حسب الشهادة التي ليس فيها غش ، كشهادة الثانوية مثلاً .

Syaikh al-Utsaimin, “Jika demikian, hendaknya orang tersebut keluar dari tempat kerjanya, kemudian mencari pekerjaan baru sesuai dengan ijazah sekolah yang tidak tercemar dengan menyontek atau melakukan kecurangan ketika ujian”.


س : الآن هو يقول : أنا فهمت العمل تماماً ، وخبرتي في العمل تؤهلني للعمل حتى بدون الشهادة ؟

Pertanyaan, “Bagaimana jika pegawai tersebut mengatakan bahwa dia telah mengusai pekerjaan dengan baik dan kemampuannya dalam bekerja menyebabkan dia berhak untuk bekerja meski tidak memiliki ijazah?”


ج : إذاً يقدِّم للمسؤولين في المصلحة التي يعمل فيها ، ويقول القضية كذا وكذا ، فإذا أذنوا له بالاستمرار بناءً على أنه أجاد العمل ، فأرجو أن لا يكون في هذا بأس .

Syaikh al-Utsaimin, “Jika demikian, hendaknya dia melapor ke bagian personalia tempat dia bekerja dan menyampaikan bahwa realita senyatanya dari ijazahnya adalah demikian dan demikian. Jika pihak tempat dia bekerja mengizinkan orang tersebut untuk tetap bekerja di tempat tersebut dengan pertimbangan bahwa dia telah menguasai pekerjaan dengan baik, maka aku berharap semoga dia tidak berdosa jika tetap bekerja di tempat tersebut.



Wallohu'alam bish showab..

Selasa, 16 November 2010

Hukum-Hukum dalam Merayakan 'Iedul Adha


Akhi Muslim…….
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah yang telah mempertemukan kita kepada hari yang agung ini dan memanjangkan umur kita sehingga dapat menyaksikan hari dan bulan berlalu dan mempersembahkan kepada kita perbuatan dan ucapan yang dapat mendekatkan kita kepada Allah.

Hari Raya qurban, termasuk kekhususan umat ini dan termasuk tanda-tanda agama yang tampak, juga termasuk syi’ar-syi’ar Islam, maka hendaknya kita menjaganya dan menghormatinya.

Demikianlah (perintah Allah),
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (Al Hajj 32).

Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas adab-adab dan hukum-hukum tentang hari raya :

1. Takbir
Disyari’atkan bertakbir sejak terbit fajar pada hari Arafah hingga waktu Ashar hari tasyrik terakhir, yaitu pada tanggal tinggal belas Dzul Hijjah . Allah ta’ala berfirman:
Dan berzikirlah (dengan menyebut) dalam beberapa hari yang terbilang (Al Baqarah 203)

Caranya dengan membaca:

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ،
اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ


“ Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian “

Disunnahkan mengeraskan suaranya bagi orang laki di masjid-masjid, pasar-pasar dan rumah-rumah setelah melaksanakan shalat, sebagai pernyataan atas pengagungan kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan mensyukuri-Nya.

2. Menyembelih binatang korban.
Hal tersebut dilakukan setelah selesai shalat Id, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :

Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaklah dia menggantinya dengan hewan kurban yang lain, dan siapa yang belum menyembelih, maka hendaklah dia menyembelih (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Waktu menyembelih kurban adalah empat hari, hari raya dan tiga hari tasyrik, sebagaimana terdapat dalam hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam beliau bersabda:
Semua hari tasyrik adalah (wak-tu) menyembelih (Lihat Silsilah Shahihah no. 2476)

3. Mandi dan mengenakan wewangian
Hal ini bagi orang laki dan memakai pakaian yang paling bagus tanpa berlebih-lebihan, tanpa isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki), tidak mencukur janggut karena hal tersebut haram hukumnya. Sedang-kan wanita disyari’atkan baginya keluar menuju tempat shalat Id tanpa tabarruj, tanpa memakai wewangian dan hendak-lah seorang muslimah berhati-hati berang-kat dalam rangka ta’at kepada Allah dan shalat sedang dia melakukan maksiat kepada-Nya dengan tabarruj, membuka aurat dan memakai wewangian di hadapan orang laki.

4. Makan daging korban.
RasulullahShalallahu ‘alaihi wassalam tidak makan daging korban sebelum pulang dari shalat Id, setelah itu baru dia memakannya.

5. Pergi ke tempat shalat Id
Berjalan kaki jika memungkin-kan dan disunnahkan shalat Id di lapangan terbuka, kecuali jika terdapat uzur seperti hujan misalnya, maka pada saat itu sebaiknya shalat di masjid berdasarkan perbuatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.

6. Shalat bersama kaum muslimin dan mendengarkan khutbah.
Adapun yang dikuatkan oleh para ulama seperti Syekh Islam Ibnu Taimiyah bahwa shalat Id hukumnya wajib berdasarkan firman Allah ta’ala :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

perbuatan tersebut tidak gugur kecuali dengan uzur syar’i. Adapun wanita tetap diperintahkan menghadiri shalat Id bersama kaum muslimin, bahkan sekalipun yang haid dan para budak dan bagi mereka yang haidh di jauhkan dari tempat shalat.

7. Menempuh jalan yang berbeda.
Disunnahkan untuk berangkat ke tempat shalat Id lewat satu jalan dan pulang lewat jalan yang lain berdasarkan perbuatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.

8. Ucapan selamat
Tidak mengapa saling mengucapkan selamat seperti :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
“Semoga Allah menerima (amal) kita
dan anda sekalian”.

Akhi muslim…..
Ada beberapa hal yang patut kita hindari saat hari raya :
1. Takbir secara berbarengan : Dengan satu suara atau mengikuti bersama-sama dibelakang seseorang yang bertakbir.
2. Lalai pada hari Id. Yaitu dengan melakukan hal-hal yang diharamkan seperti mendengarkan lagu-lagu, menonton film, ikhtilath antar laki dan wanita yang bukan muhrim dan kemungkaran-kemungkaran lainnya.
3. Mencabut rambut atau memotong kuku sebelum melaksanakan penyembelihan korban, karena ada larangan Nabi dalam masalah ini.
4. Berlebih-lebihan atas sesuatu yang tidak perlu dan berfaedah berdasar-kan firman Allah ta’ala:
Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan “ (Al A’raf 31)

Akhirulkalam …
Janganlah anda lupa wahai akhi muslim untuk selalu berupaya mendapatkan kebaikan seperti bersilatur-rahim, berkunjung kepada sanak saudara, meninggalkan permusuhan, kedengkian serta mensucikan hati dan penuh kasih kepada fakir miskin serta anak yatim serta membantu mereka dan mendatangkan kegembiraan kepada mereka.

Kita mohon kepada Allah agar memberi kita taufiq-Nya atas apa yang Dia cintai dan ridhoi.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

(Dinukil dari فضل عشر ذي الحجة أحكام الأضحية وعيد الأضحى المبارك , Edisi Indonesia "Keutamaan sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah & Hukum berkurban dan ‘Iedhul Adha yang berbarakah". Seksi Terjemah Kantor Sosial, Dakwah & Penyuluhan Bagi Pendatang, Pemerintah Saudi Arabia)

Sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=469

Sabtu, 13 November 2010

--Syarat dan Rukun Shalat, Sudahkah Kita Mengetahuinya??--


Shalat merupakan salah satu dari rukun islam yang lima. Shalat merupakan rukun islam yang paling utama setelah dua kalimat syahadat yang juga merupakan tiang agama. Oleh karenanya, setiap orang yang mengaku beragama islam dan menyatakan dirinya sebagai seorang muslim, maka shalat merupakan kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi untuk ditunaikan. Sebagaimana tiang dalam suatu fondasi,maka begitu pula shalat dalam agama islam ini. Barangsiapa yang menegakkan shalat berarti dia telah menegakkan agama ini. Adapun bagi mereka yang mengabaikan dan melalaikan shalat, sungguh mereka telah merobohkan agama pada diri mereka.

Shalat sebagaimana ibadah yang lain, maka agar shalat kita diterima oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala maka harus dilaksanakan dengan memenuhi 2 syarat, yang pertama Ikhlas semata-mata karena Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan yang kedua adalah Ittiba' atau mencontoh kepada Rosululloh Shalallohu 'alaihi wa Sallam.
Dalam melaksanakan shalat, ada beberapa hal yang penting dan harus diperhatikan. Dan hal tersebut banyak dilalaikan oleh kaum muslimin zaman sekarang yang mungkin banyak tidak tahu karena kurangnya menuntut ilmu syar'i ataupun malas mencari tahu. Padahal kita disuruh untuk berilmu sebelum beramal.

Hal-hal yang dimaksud di sini mencakup 2 hal yakni Syarat-Syarat dan Rukun-Rukun Shalat. Di sini, ana kutip penjelasannya dari Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullohu ta'ala.
Syarat-Syarat Shalat
Shalat tidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang akan membatalkannya.
Adapun syarat-syaratnya ada sembilan: 1. Islam, 2. Berakal, 3. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk), 4. Menghilangkan hadats, 5. Menghilangkan najis, 6. Menutup aurat, 7. Masuknya waktu, 8. Menghadap kiblat, 9. Niat.
Secara bahasa, syuruuth (syarat-syarat) adalah bentuk jamak dari kata syarth yang berarti alamat.
Sedangkan menurut istilah adalah apa-apa yang ketiadaannya menyebabkan ketidakadaan (tidak sah), tetapi adanya tidak mengharuskan (sesuatu itu) ada (sah). Contohnya, jika tidak ada thaharah (kesucian) maka shalat tidak ada (yakni tidak sah), tetapi adanya thaharah tidak berarti adanya shalat (belum memastikan sahnya shalat, karena masih harus memenuhi syarat-syarat yang lainnya, rukun-rukunnya, hal-hal yang wajibnya dan menghindari hal-hal yang membatalkannya, pent.). Adapun yang dimaksud dengan syarat-syarat shalat di sini ialah syarat-syarat sahnya shalat tersebut.

Penjelasan Sembilan Syarat Sahnya Shalat
1. Islam
Lawannya adalah kafir. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak mengamalkan apa saja, dalilnya firman Allah 'azza wa jalla,

"Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah padahal mereka menyaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka itu, amal-amalnya telah runtuh dan di dalam nerakalah mereka akan kekal." (At-Taubah:17)

Dan firman Allah 'azza wa jalla,
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (Al-Furqan:23)

Shalat tidak akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman Allah 'azza wa jalla,
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Aali 'Imraan:85)

2. Berakal
Lawannya adalah gila. Orang gila terangkat darinya pena (tidak dihisab amalannya) hingga dia sadar, dalilnya sabda Rasulullah,

"Diangkat pena dari tiga orang: 1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang gila hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai ia baligh." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah).

3. Tamyiz
Yaitu anak-anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika sudah berumur tujuh tahun maka mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

"Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur mereka masing-masing." (HR. Al-Hakim, Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)

4. Menghilangkan Hadats (Thaharah)
Hadats ada dua: hadats akbar (hadats besar) seperti janabat dan haidh, dihilangkan dengan mandi (yakni mandi janabah), dan hadats ashghar (hadats kecil) dihilangkan dengan wudhu`, sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci." (HR. Muslim dan selainnya)
Dan sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, "Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats hingga dia berwudlu`." (Muttafaqun 'alaih)

5. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan tanah (lantai tempat shalat), dalilnya firman Allah 'azza wa jalla,
"Dan pakaianmu, maka sucikanlah." (Al-Muddatstsir:4)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Bersucilah dari kencing, sebab kebanyakan adzab kubur disebabkan olehnya."

6. Menutup Aurat
Menutupnya dengan apa yang tidak menampakkan kulit (dan bentuk tubuh), berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Allah tidak akan menerima shalat wanita yang telah haidh (yakni yang telah baligh) kecuali dengan khimar (pakaian yang menutup seluruh tubuh, seperti mukenah)." (HR. Abu Dawud)

Para ulama sepakat atas batalnya orang yang shalat dalam keadaan terbuka auratnya padahal dia mampu mendapatkan penutup aurat. Batas aurat laki-laki dan budak wanita ialah dari pusar hingga ke lutut, sedangkan wanita merdeka maka seluruh tubuhnya aurat selain wajahnya selama tidak ada ajnaby (orang yang bukan mahramnya) yang melihatnya, namun jika ada ajnaby maka sudah tentu wajib atasnya menutup wajah juga.

Di antara yang menunjukkan tentang mentutup aurat ialah hadits Salamah bin Al-Akwa` radhiyallahu 'anhu, "Kancinglah ia (baju) walau dengan duri."
Dan firman Allah 'azza wa jalla,
"Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raaf:31) Yakni tatkala shalat.

7. Masuk Waktu
Dalil dari As-Sunnah ialah hadits Jibril 'alaihis salam bahwa dia mengimami Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di awal waktu dan di akhir waktu (esok harinya), lalu dia berkata: "Wahai Muhammad, shalat itu antara dua waktu ini."
Dan firman Allah 'azza wa jalla,
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (An-Nisa`:103)

Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu. Dalil tentang waktu-waktu itu adalah firman Allah 'azza wa jalla, "Dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (Al-Israa`:78)

8. Menghadap Kiblat
Dalilnya firman Allah, "Sungguh Kami melihat wajahmu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana saja kalian berada maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya." (Al-Baqarah:144)

9. Niat
Tempat niat ialah di dalam hati, sedangkan melafazhkannya adalah bid'ah (karena tidak ada dalilnya). Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur, "Sesungguhnya amal-amal itu didasari oleh niat dan sesungguhnya setiap orang akan diberi (balasan) sesuai niatnya." (Muttafaqun 'alaih dari 'Umar Ibnul Khaththab)

Rukun-Rukun Shalat
Rukun-rukun shalat ada empat belas: 1. Berdiri bagi yang mampu, 2. Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4. Ruku', 5. I'tidal setelah ruku', 6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit darinya, 8. Duduk di antara dua sujud, 9. Thuma'ninah (Tenang) dalam semua amalan, 10. Tertib rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir, 13. Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.

Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat

1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu
Dalilnya firman Allah 'azza wa jalla,
"Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (shalat 'Ashar), serta berdirilah untuk Allah 'azza wa jalla dengan khusyu'." (Al-Baqarah:238)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Shalatlah dengan berdiri..." (HR. Al-Bukhary)

2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: 'Allahu Akbar', tidak boleh dengan ucapan lain
Dalilnya hadits, "Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya dengan salam." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya, "Jika kamu telah berdiri untuk shalat maka bertakbirlah." (Idem)

3. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka'at, sebagaimana dalam hadits,

"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah." (Muttafaqun 'alaih)

4. Ruku'

5. I'tidal (Berdiri tegak) setelah ruku'

6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh

7. Bangkit darinya


8. Duduk di antara dua sujud
Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah 'azza wa jalla, "Wahai orang-orang yang beriman ruku'lah dan sujudlah." (Al-Hajj:77)
Sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, "Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh sendi." (Muttafaqun 'alaih)

9. Thuma'ninah dalam semua amalan

10. Tertib antara tiap rukun


Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan melakukan shalat lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... Orang itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu!t Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... sampai ia melakukannya tiga kali, lalu ia berkata: 'Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, saya tidak sanggup melakukan yang lebih baik dari ini maka ajarilah saya!' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: 'Jika kamu berdiri hendak melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang mudah (yang kamu hafal) dari Al-Qur`an, kemudian ruku'lah hingga kamu tenang dalam ruku', lalu bangkit hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu tenang dalam sujud, bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah hal itu pada semua shalatmu." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)

11. Tasyahhud Akhir
Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih, assalaamu 'alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril 'alaihis salam dan Mikail 'alaihis salam)', maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Jangan kalian mengatakan, 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya)', sebab sesungguhnya Allah 'azza wa jalla Dialah As-Salam (Dzat Yang Memberi Keselamatan) akan tetapi katakanlah, 'Segala penghormatan bagi Allah, shalawat, dan kebaikan', ..." Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa dilihat dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.

12. Duduk Tasyahhud Akhir
Sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika seseorang dari kalian duduk dalam shalat maka hendaklah ia mengucapkan At-Tahiyyat." (Muttafaqun 'alaih)

13. Shalawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika seseorang dari kalian shalat... (hingga ucapannya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi."
Pada lafazh yang lain, "Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

14. Dua Kali Salam
Sesuai sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "... dan penutupnya (shalat) ialah salam."
Inilah penjelasan tentang syarat-syarat dan rukun-rukun shalat yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap melakukan shalat karena kalau meninggalkan salah satu rukun shalat baik dengan sengaja atau pun lupa maka shalatnya batal, harus diulang dari awal. 


Wallaahu A'lam. 


Sumber: http://darussalaf.or.id/

Rabu, 10 November 2010

--Keutamaan Shaum Sunnah Arafah--


Alhamdulillah... Marhaban Ya Dzulhijjah..

Tanpa terasa sekarang kita sudah memasuki bulan Dzulhijjah yang di dalamnya terdapat banyak sekali keutamaan yang dapat kita manfaatkan untuk mendekatkan diri kita kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala.

Di antara amalan yang kita di anjurkan mengerjakannya di bulan Dzulhijjah ini yakni amalan shaum arafah yang mempunyai keutamaan jika kita mengerjakannya. Tentu saja amalan tersebut harus dilakukan dengan ikhlas dan benar sesuai dengan tuntunan Rosululloh Shalallohu 'alaihi wa Sallam.

Puasa arafah termasuk dari puasa-puasa sunnah dalam Islam yang mempunyai keutamaan yang besar. Dari Abu Qatadah Al-Anshari -radhiallahu anhu- dia berkata:

“Dan beliau -alaihishshalatu wassalam- ditanya tentang puasa pada hari arafah, maka beliau menjawab, “Dia menghapuskan (dosa) setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim no. 1162)

Hadits ini jelas menunjukkan disunnahkannya berpuasa pada hari arafah, yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah. Sampai-sampai Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata dalam Taudhih Al-Ahkam (3/210), “Puasa hari arafah adalah puasa sunnah yang paling utama berdasarkan ijma’ para ulama.”

Imam Ash-Shan’ani berkata dalam As-Subul, “Sebagian ulama ada yang mempertanyakan maksud dari dihapuskannya dosa yang belum terjadi, yaitu dosa yang akan terjadi di tahun yang akan datang. Dan hal ini dijawab bahwa yang dimaksudkan di sini adalah orang tersebut akan diberikan taufik untuk setahun yang akan datang agar dia tidak mengerjakan dosa, akan tetapi taufik ini dinamakan sebagai penghapusan dosa untuk menyesuaikannya dengan keutamaan setahun sebelumnya (berupa penghapusan dosa). Ataukah yang dimaksudkan di sini adalah jika dia terjatuh ke dalam dosa pada tahun yang akan datang, maka dia akan diberikan taufik oleh Allah untuk mengamalkan amalan yang bisa menghapuskan dosa tersebut.” Lihat Subul As-Salam (2/339) cet. Daar Al-Kutub Al-Arabi.

Hari Arafah memang salah satu hari istimewa, karena pada hari itu Allah membanggakan para hamba-Nya yang sedang berkumpul di Arafah di hadapan para malaikat-Nya. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak ada satu hari yang lebih banyak Allah memerdekakan hamba dari neraka pada hari itu daripada hari Arafah. Dan sesungguhnya Allah mendekat, kemudian Dia membanggakan mereka (para hamba-Nya yang sedang berkumpul di Arafah) kepada para malaikat. Dia berfirman, 'Apa yang dikehendaki oleh mereka ini?'” (HR. Muslim, no. 1348; dan lainnya dari 'Aisyah).

Olah karena itulah, tidak aneh jika kaum muslimin yang tidak wukuf di Arafah disyariatkan berpuasa satu hari Arafah ini dengan janji keutamaan yang sangat besar.

Marilah kita renungkan hadits di bawah ini, yang menjelaskan keutamaan puasa Arafah, yang disyariatkan oleh Ar-Rahman Yang Memiliki sifat rahmat yang luas dan disampaikan oleh Nabi pembawa rahmat kepada seluruh alam.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).

Alangkah pemurahnya Allah Ta'ala. Puasa sehari menghapuskan dosa dua tahun! Kaum muslimin biasa berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadhan, dan mereka sanggup melakukan. Maka, sesungguhnya berpuasa satu hari Arafah ini merupakan perkara yang mudah, bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala.

Barangsiapa membaca atau mendengar sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia ini pastilah hatinya tergerak untuk mengamalkan puasa tersebut. Karena, setiap manusia pasti menyadari bahwa dia tidak dapat lepas dari dosa.

Dosa Apa yang dihapus?

Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama berselisih.

Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm rahimahullah, berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa besar, atau dosa kecil.

Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih, seperti wudhu', shalat, shadaqah, puasa, dan lainnya, termasuk puasa Arafah ini, hanyalah dosa-dosa kecil.

Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara lain:

Allah telah memerintahkan tobat, sehingga hukumnya adalah wajib. Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti taubat tidak dibutuhkan, maka ini merupakan kebatilan secara ijma'.

Nash-nash dari hadits lain yang men-taqyid (mengikat; mensyaratkan) dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal shalih.

Dosa-dosa besar tidak terhapus kecuali dengan bertobat darinya atau hukuman pada dosa tersebut. Baik hukuman itu ditentukan oleh syariat, yang berupa hudud dan ta'zir atau hukuman dengan takdir Allah, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya.

Bahwa di dalam syariat-Nya, Allah tidak menjadikan kaffarah (penebusan dosa) terhadap dosa-dosa besar. Namun, kaffarah itu dijadikan untuk dosa-dosa kecil (Lihat Jami'ul 'Ulum wal Hikam, syarh hadits no. 18, karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali).

Puasa Arafah untuk Selain yang Berada di Arafah

Kemudian, bahwa disunnahkannya puasa Arafah ini berlaku bagi kaum muslimin yang tidak wuquf di Arafah. Adapun bagi kaum muslimin yang wuquf di Arafah, maka tidak berpuasa, sebagaimana hadits di bawah ini,

“Dari Ummul Fadhl binti al-Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, 'Beliau berpuasa.' Sebagian lainnya mengatakan, 'Beliau tidak berpuasa.' Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari, no. 1988; Muslim, no. 1123).

Setelah kita mengetahui keutamaan puasa hari Arafah ini, maka yang tersisa adalah pengamalannya. Karena setiap manusia nanti akan ditanya tentang ilmunya, apa yang telah dia amalkan. Semoga Allah selalu memberikan kepada kita untuk berada di atas jalan yang lurus. Amin.





Semoga bermanfaat...

Sumber:
Artikel http://www.pengusahamuslim.com/baca/artikel/1001/keutamaan-puasa-arafah
Artikel http://al-atsariyyah.com/puasa-hari-arafah.html

Minggu, 07 November 2010

Sumber-Sumber Aqidah yang Benar dan Manhaj Salaf dalam Mengambil Aqidah


oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan

Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar'i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalam­nya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah Subhanahu wa ta'ala, tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan Allah Subhanahu wa ta'ala sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah Subhanahu wa ta'ala yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam.

Oleh karena itu manhaj Salafus Shalih dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sun­nah tentang hak Allah Subhanahu wa ta'ala mereka mengimaninya, meyakininya dan men­gamalkannya. Sedangkan apa yang tidak ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam i'tiqad. Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jama'ah mereka juga satu.

Karena Allah Subhanahu wa ta'ala sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah RasulNya dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan kesatuan manhaj. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ..." (Ali Imran: 103)

"Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barang­siapa yang mengikut petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123)

Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah men­jadi 73 golongan yang kesemuanya di Neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab:
"Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku." (HR. Ahmad)

Kebenaran sabda baginda Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi maka ter­jadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.

sumber: http://belajar-tauhid.blogspot.com/2005/05/sumber-sumber-aqidah-yang-benar-dan.html

[INFO]= Peduli Musibah Gunung Merapi di Yogyakarta


Penulis: Redaksi salafy.or.id

Bismillah...

Terkait dengan musibah gunung Merapi yang melanda daerah Magelang, Klaten, Boyolali, dan DI.Yogyakarta, pada hari ini (Jum'at), tanggal 5 November 2010 - 28 Dzulqa'dah 1431 H pukul 14.00 diadakan rapat tanggap darurat sebagai antisipasi awal untuk membantu meringankan beban korban yang ada di wilayah tersebut.

Rapat tersebut dipimpin oleh Ustadz Abdul Haq dan dihadiri oleh:
1. Ustadz Abdul Jabbar
2. Ustadz Abdul Mu’thi
3. Ustadz Muhammad Higa
4. Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar
5. Ustadz Hamzah bin Rifa’i, dan beberapa ikhwah.

Dan hasil pertemuan adalah sebagai berikut:
1. Posko Utama Musibah Merapi DIY
Ma’had Ar-Ridho
Dusun Dagaran RT 06 RW 46 Jurug Bangunharjo Sewon Bantul

2. Pusat Informasi:
PAKIS (Panitia Kajian Islam) Yogyakarta
Telp: 0274-7170587 / 085747566736

3. Alamat Rekening:
a. Nama Bank : PT. Bank MANDIRI (Persero) Tbk KCP Bantul
Nama pemilik rekening : Zulkarnain Nur Fajar
No rekening : 1370005969130
Swift Code : BEIIIDJA
b. Nama Bank : PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) KCP
Katamso Yogyakarta
Nama pemilik rekening : Muhammad Fajaruddin MZA
No. rekening : 4450918887
Swift Code : CENAIDJA

4. Koordinator Lapangan
Ustadz Hamzah bin Rifa’i

5. Alamat Kirim Bantuan Barang:
a. Glagahsari UH IV No. 538 Umbulharjo Yogyakarta 55164 (Pak Windaryono)
Telp: 0274-7453237
b. Toko al-Huda, Jl,Imogiri Barat No.119 Perempatan Ring Road Selatan Wojo, Sewon, Bantul, 55187

6. Data Sementara:
Ma’had Minhajus Sunnah, Batikan, Pabelan, Mungkid, Magelang
dan
Ma’had Al-Anshar Wonosalam, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman
dikosongkan.

Untuk sementara baru dalam proses pendataan tempat pengungsian kaum muslimin yang ada di lokasi tersebut.

Hubungi HP: 0811259226. Email: posko.arridho[at]gmail.com untuk informasi pengiriman bantuan.

Demikian informasi ini kami sampaikan.


Redaksi salafy.or.id

Sabtu, 06 November 2010

Belumkah Saatnya Kita Sadar?


Indonesia kembali menangis. Bencana demi bencana datang silih berganti mengisi lembaran sejarah perjalanan bangsa ini. Tentu belum hilang dari ingatan kita ketika Tsunami yang besar meluluh lantakkan Nangroe Aceh Darussalam dan sebagian daerah di provinsi sekitarnya. Dan... sekarang kita rasakan yang baru saja terjadi yakni tsunami yang menerjang Mentawai dan juga meletusnya gunung Merapi yang terus memakan korban jiwa dan harta benda. Ketika bencana itu terjadi, kita semua tentu bertanya-tanya, apakah ini hanya gejala alam biasa ataukah ini sebuah peringatan dari sang pemilik jagad raya alam semesta, Alloh -subhanahu wa ta'ala-.
Pada dasarnya segala kerusakan yang terjadi di muka bumi ini tidaklah lepas dari perbuatan rusak manusia itu sendiri yang dengan sombongnya menghancurkan dirinya sendiri tanpa dia sadari. Alloh -subhanahu wa ta'ala- berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).


Dalam ayat tersebut, Alloh -subhanahu wa ta'ala- telah memberikan isyarat kepada kita semua bahwa segala kerusakan yang terjadi di dunia ini, di muka bumi ini dalam segala bentuknya, penyebab utamanya tidak lain dan tidak bukan adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Jadi inti segala kerusakan yang terjadi baik itu berupa bencana alam seperti tsunami maupun gempa ataupun meletusnya gunung berapi itu sejatinya adalah maksiat yang dilakukan oleh manusia dan menjadi sumber dari segala kerusakan yang nampak di muka bumi ini.

Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyaahi berkata, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi maka (berarti) dia telah berbuat kerusakan padanya, karena perbaikan di muka bumi dan di langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada Allah Ta’ala)”.

Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menjelaskan bahwa perbuatan syirk dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam semesta”.

Dalam ayat lainnya Alloh -subhanahu wa ta'ala- berfirman:

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS asy-Syuura:30).

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Allah Ta’ala memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan…”.

Sekarang mari kita lihat realita yang terjadi tentang bencana ini khususnya bencana meletusnya gunung merapi. Apa penyebabnya? mari kita perhatikan dan cermati bersama.


1. Di Bulan Ramadhan, Lokalisasi Pelacuran Tetap Beroperasi Di Siang Hari (Baik di Yogyakarta Maupun Solo)

Ya Allah, inilah menurut kami, penyebab kehancuran moral yang menjadi penyebab utama bencana moral dan menjadi bencana Alam.

Bagaimana tidak, perhatikan berita yang beredar di VIVANEWS..

VIVAnews - Lokalisasi terbesar di Kota Yogyakarta, Pasar Kembang (Sarkem) dipastikan tetap akan beroperasi selama bulan suci Ramadhan 2010. Hanya saja, setiap laki-laki yang datang ke lokasi tersebut, wajib mengisi buku tamu sesuai KTP.

"Meski tidak tutup, dengan mengisi buku tamu sesuai KTP, akan membuat laki-laki enggan untuk masuk lokalisasi Sarkem," kata salah seorang personel keamanan di lokalisasi Sarkem yang enggan disebutkan namanya, Sabtu, 24 Juli 2010.

Menurutnya, di lokalisasi Sarkem ini setidaknya ada sekitar 1000 wanita penjaja sex komersial. Para PSK ini ada yang menginap dilokalisasi dan ada yang megontrak tak jauh dari lokalisasi Sarkem.

"Meski tetap buka saat bulan puasa, sering berlangsung razia dari petugas polisi maupun Satpol PP, sehingga lokalisasi terkadang buka, namun juga terkadang tutup," paparnya.

Kepala Bidang Pengendalian Operasional Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Nurwidi Hartana menyatakan, Pasar Kembang merupakan kampung tua yang sejak dulu telah dijadikan tempat lokalisasi.

Meski demikian, pihak akan tetap melakukan razia secara rutin selama bulan puasa."Sebelum bulan puasa kita juga telah melakukan. Kami akan menggencarkan operasi saat bulan puasa ini," ujarnya singkat.

Di Solo, Jawa Tengah pun demikian, sejumlah tempat hiburan tetap boleh beroperasi selama bulan suci Ramadhan. Hanya saja waktu jam kunjung dibatasi hingga pukul 02.00 Wib.(np)
(bisa baca di :Sumber : http://nasional.vivanews.com/news/read/166638-ramadhan--lokalisasi-di-yogyakarta-tetap-buka)

2. Kemusyrikan di 2 tempat utama, yakni Pantai Kidul dan Gunung Merapi, setiap tahunnya diberikan labuhan sesajen makanan untuk penguasa Jin dikedua tempat.

Lihat saja sebuah kutipan dari sebuah web Yogyes.com

Labuhan dimulai dengan upacara pasrah penampi (penyerahan sesaji) dari Parentah Ageng Kraton Ngayogyakarta kepada Bupati Bantul di Pendapa Kecamatan Kretek. Setelah itu, uba rampe dibawa ke Pendapa Parangkusumo untuk diwilang (diperiksa) sebelum diserahkan kepada juru kunci Parangkusumo, sekaligus didoakan. Acara doa berlangsung di Cepuri Parangkusumo. Di tengah areal Cepuri terdapat batu yang menjadi tempat pertemuan Panembahan dan Ratu Kidul

Setelah didoakan, salah satu uba rampe berisi lorodan ageman (pakaian bekas Sultan), kenaka (potongan kuku) serta rikma (potongan rambut) Sultan selama setahun, dikubur di sudut Cepuri sambil menabur bunga dan membakar dupa.

Sisa uba rampe berisi sembilan kain dengan corak dan warna khusus, uang tindih lima ratus (sebelumnya hanya seratus), minyak koyoh, ratus (dupa), serta layon sekar (sejumlah bunga yang telah layu dan kering, bekas sesaji pusaka-pusaka Kraton selama setahun), juga termasuk jajanan pasar; dibawa di atas tiga tandu melewati jalan yang dibatasi tiang-tiang di kedua sisi hingga bibir pantai.

Uba rampe kemudian dilarung. Pada saat sesaji yang dilarung ini kembali ke pantai terbawa ombak, Peserta yang hadirpun berebut isi sesaji. YogYES yang sempat menyaksikan atraksi tersebut, menganggap hal ini adalah salah satu daya tarik dari upacara itu sendiri. Kepercayaan setempat, benda-benda tersebut dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan.

Selanjutnya para abdi dalem menuju Gunung Merapi. Sebelum labuhan, uba rampe wilujengan yang berupa sembilan tumpeng dan satu gunungan uluwetu, dikirab dari rumah Dukuh Pelemsari, menuju rumah juru kunci Merapi. Sesaji ini kemudian didoakan dan diinapkan di pendopo rumahnya.

Prosesi labuhan ini juga menampilkan fragmen tari dengan lakon Wahyaning Mongsokolo Labuhan, kesenian jathilan, uyon-uyon dan karawitan. Pada malam harinya akan diadakan tirakatan dan pagelaran wayang kulit Semar Bangun Kahyangan. Pada dini hari, sesaji diberangkatkan ke Pos II lereng selatan Merapi untuk dilabuh. Labuhan Merapi dilakukan bersamaan dengan Labuhan Gunung Lawu di Karanganyar, Jawa Tengah.


Ada 2 hal yang bisa kita catat dari realita di atas.

1. Labuhan berarti memberi makan kepada musuh kita yaitu Setan, dan ini adalah kesyirikan kubra (besar) yang dimurkai Allah, dan dipercaya labuhan bisa membawa keberuntungan ... Astaghfirullah.. hanya Allah saja yang bisa memberi keberuntungan....

2. Kemaksiatan pun tetap berjalan di bulan Ramadhan, dan mengapa semua masyarakat Yogya hanya diam ? Bahkan Pemerintah Kota Yogya seakan menutup mata, seolah-olah tidak tahu kalau Lokalisasi Sarkem tetap buka di Bulan Ramadhan...Astaghfirullah...

Dan tulisan ini bukan berarti ingin menghakimi Kota Yogya dan masyarakatnya, namun hanya sebagai introspeksi diri kita semua bersama-sama. Sungguh, kami sangat sedih akan peristiwa bencana gunung merapi. Tapi sungguh bijaksana jika kita mau melihat ke belakang , apa saja yang menjadi penyebab peristiwa begitu dahsyatnya Allah menunjukkan kuasanya kepada kita dari Gunung Merapi ini.

Cara mengatasi dan memperbaiki kerusakan di muka bumi
Karena sebab utama terjadinya kerusakan di muka bumi adalah perbuatan maksiat dengan segala bentuknya, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki kerusakan tersebut adalah dengan bertobat dengan taubat yang nasuh[14] dan kembali kepada Allah. Karena taubat yang nasuh akan menghilangkan semua pengaruh buruk perbuatan dosa yang pernah dilakukan.

Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang telah bertobat (dengan sungguh-sungguh) dari perbuatan dosanya, adalah seperti orang yang tidak punya dosa (sama sekali)”.

Inilah makna yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala di atas,

“…supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).

Artinya: agar mereka kembali (bertobat) dari perbuatan-perbuatan (maksiat) yang berdampak timbulnya kerusakan besar (dalam kehidupan mereka), sehingga (dengan tobat tersebut) akan baik dan sejahteralah semua keadaan mereka”.

Maka kembali kepada petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mempelajari, memahami dan mengamalkannya adalah solusi untuk menghilangkan kerusakan di muka bumi dalam segala bentuknya, bahkan menggantikan kerusakan tersebut dengan kebaikan, kemaslahatan dan kesejahteraan.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS al-A’raaf:96).

Artinya: Kalau saja mereka beriman dalam hati mereka dengan iman yang benar dan dibuktikan dengan amalan shaleh, serta merealisasikan ketakwaan kepada Allah I lahir dan batin dengan meninggalkan semua larangan-Nya, maka niscaya Allah akan membukakan bagi mereka (pintu-pintu) keberkahan di langit dan bumi, dengan menurunkan hujan deras (yang bermanfaat), dan menumbuhkan tanam-tanaman untuk kehidupan mereka dan hewan-hewan (ternak) mereka, (mereka hidup) dalam kebahagiaan dan rezki yang berlimpah, tanpa ada kepayahan, keletihan maupun penderitaan, akan tetapi mereka tidak beriman dan bertakwa maka Allah menyiksa mereka karena perbuatan (maksiat) mereka”.

Oleh karena itu, “orang-orang yang mengusahakan perbaikan di muka bumi” yang sebenarnya adalah orang-orang yang menyeru manusia kembali kepada petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan mengajarkan dan menyebarkan ilmu tentang tauhid dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada manusia.

Dan yang terakhir marilah kita bantu saudara-saudara kita yang mengalami musibah dengan segenap kemampuan yang kita miliki bi idznillahi ta'ala...

Wallohu'alam bish showab

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes