Setiap tahunnya, tanggal 22 Desember, di Indonesia diperingati sebagai Hari Ibu. Saya juga tidak tahu dari mana asal-muasalnya sehingga pada tanggal tersebut dijadikan hari yang spesial untuk para Ibu. Kemarin, ketika saya membuka FB, banyak sekali status-status teman FB yang isinya berupa ucapan-ucapan selamat Hari Ibu atau ungkapan-ungkapan kecintaan mereka terhadap Ibu mereka. Sepintas perayaan tersebut sepertinya baik, namun dalam memandang sesuatu setiap orang itu pasti berbeda-beda. Ya, karena perbedaan sudut pandang. Nah, sudut pandang siapa yang bisa kita pakai untuk memandang sesuatu itu baik atau tidak?. Sebagai seorang muslim, kita sudah mempunyai "kaca mata" yang bisa kita gunakan untuk menilai sesuatu. Ya, "kaca mata" yang saya maksud adalah kaca mata syari'at. Seperti halnya kaca mata yang memiliki 2 lensa, maka syari'at yang kita gunakan juga 2, yakni Al-Qur'an dan As Sunnah.
Hari Ibu: Tinjauan Sejarah
Setelah saya coba cari asal muasal peringatan hari Ibu ini, maka saya temukan sejarah singkatnya. Mari kita simak.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia diawali dari berkumpulnya para
pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra dan mengadakan
Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam
Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Bahkan, Presiden
Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui
Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.
Penetapan Hari Ibu juga diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita
abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A.
Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo
Rasuna Said dan lain-lain.
Para pejuang perempuan tersebut berkumpul untuk menyatukan pikiran dan
semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum
perempuan. Para feminis ini menggarap berbagai isu tentang persatuan
perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan
kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan
bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan. Tak hanya itu, masalah
perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini
bagi perempuan, dan masih banyak lagi, juga dibahas dalam kongres itu.
Bedanya dengan jaman sekarang, para pejuang perempuan itu melakukan
pemikiran kritis untuk perkembangan perempuan, tanpa mengusung
kesetaraan jender.
Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang
dan terima kasih kepada para ibu. Berbagai kegiatan dan hadiah diberikan
untuk para perempuan atau para ibu, seperti memberikan kado istimewa,
bunga, aneka lomba untuk para ibu, atau ada pula yang membebaskan para
ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.
Setelah melihat sejarah singkatnya, Hari Ibu itu ternyata bermula dari para pejuang perempuan Indonesia di masa sebelum kemerdekaan yang intinya adalah untuk mengenang jasa perjuangan kaum Ibu. Pada zaman sekarang ini, Hari Ibu didedikasikan sebagai hari yang tepat untuk mengungkapkan terima kasih dan kecintaan kepada para Ibu. Menjadi pertanyaan adalah, kenapa dikhususkan hanya satu hari dalam setahun kita ungkapkan terima kasih dan kecintaan Ibu kita, yang melahirkan dan membesarkan kita?. Mungkin ada yang bilang, "Ah, ini kan hanya sebagai momentum saja, bukan berarti kita cinta dan sayang kepada Ibu hanya sehari dalam setahun". Sepintas betul juga apa yang dikatakan oleh mereka yang membenarkan peringatan ini. Sekarang, mari kita tinjau permasalahan ini dengan tinjauan syariat. Sepakat?
Jasa Ibu Tak Terbalaskan
Ibu, sosok yang telah melahirkan kita, jasanya begitu besar kepada kita. Mulai dari dalam kandungan, kita senantiasa dijaga oleh Allah Ta'ala melalui rahim Ibu kita. Sungguh berat perjuangan yang dilakukan oleh Ibu kita ketika melahirkan kita. Mengapa tidak, nyawa beliau sendiri menjadi taruhannya. Setelah kita lahir, sampai kita besar, beliau tak pernah lelah untuk merawat dan membesarkan kita. Maka sudah sangat sepantasnya kita senantiasa curahkan kasih sayang kepada beliau, bukan hanya dengan ucapan saja, tapi juga ta'at kepada beliau dalam hal yang ma'ruf. Apakah kita bisa membalas jasa beliau kepada kita?. Sebagai ilustrasi, mari kita simak riwayat dari atsar sahabat nabi, Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu.
Diriwayatkan Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu Umar dan seorang
penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong
ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11; Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Masya Allah, tidakkah hati kita bergetar, sahabat yang mulia berkata seperti itu yang menunjukkan betapa besarnya jasa dan kedudukan seorang Ibu. Lantas, masihkah kita saat ini mendurhakai beliau? tidak mau patuh terhadap perintah beliau dari perintah kebaikan?. Lantas, apakah tepat jika kita ungkapkan perasaan cinta dan kasih sayang kepada Ibu hanya pada saat hari Ibu saja? Dan itupun juga sebatas kata-kata saja yang belum tentu terealisasi dalam kehidupan nyata. Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa berbakti kepada orang tua kita, terkhusus Ibu kita.
Setiap Hari adalah Hari Ibu
Setiap hari harusnya adalah hari Ibu (dalam hal ungkapan cinta dan kasih sayang serta ta'at kepada Ibu dalam hal yang ma'ruf) bukan hanya satu hari dalam setahun. Salah seorang Ulama Ahlussunnah abad ini, Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin rahimahullah berkata tentang peringatan hari Ibu dalam Majmu’ Fatawa wa Rasa’il no. 535 2/302, Darul wathan, 1413 H, Syamilah bahwasanya:
والأم أحق من أن يحتفى بها يومًا واحدًا في السنة، بل الأم لها الحق على
أولادها أن يرعوها، وأن يعتنوا بها، وأن يقوموا بطاعتها في غير معصية الله
-عز وجل- في كل زمان ومكان.
“Seorang ibu lebih berhak untuk senantiasa dihormati sepanjang tahun, daripada hanya satu hari itu saja,
bahkan seorang ibu mempunyai hak terhadap anak-anaknya untuk dijaga dan
dihormati serta ditaati selama bukan dalam kemaksiatan terhadap Allah
Subhanahu wa Ta’ala, di setiap waktu dan tempat.”
Perkataan Asy Syaikh tersebut selaras dengan apa yang sudah di sabdakan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam, bahwasanya kita diperintahkan berbakti kepada Ibu kita lebih didahulukan daripada bakti kita kepada Bapak kita.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ
اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ
ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ
مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang
datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,
‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut
kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian
siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali,
‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
‘Kemudian ayahmu." (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Hari Ibu: Tinjauan Syariat Islam
Islam, sebagai Agama yang sempurna, telah mengatur seluruh aspek kehidupan. Sehingga, jika ada hal yang belum kita ketahui, maka bertanyalah kepada para Ulama, pewaris para Nabi. Mengenai perayaan/peringatan hari Ibu sudah pernah ditanyakan kepada Lajnah Daimah di Kerajaan Saudi Arabia (kalau di Indonesia adalah MUI). Berikut fatwa yang dikutip dari Lajnah Daimah.
Pertanyaan:
في أي يوم بالضبط يحتفل المسلمون بعيد الأم ؟
Kapan tanggal yang tepat untuk memperingati hari ibu?
Jawaban:
لا يجوز الاحتفال بما يسمى: عيد الأم، ولا نحوه من الأعياد المبتدعة؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد ،
وليس
الاحتفال بعيد الأم من عمله صلى الله عليه وسلم ولا من عمل أصحابه رضي
الله عنهم ولا من عمل سلف الأمة، وإنما هو بدعة وتشبه بالكفار.
Tidak boleh mengadakan peringatan yang dinamakan dengan peringatan hari ibu,
dan tidak boleh juga memperingati perayaan peringatan tahunan yang
dibuat-buat (tidak ada tuntunannya dalam al-Qur’an dan As-sunnah, karena
perayaan yang dilakukan tiap tahun yang diperbolehkan dalam Islam hanya
idul fitri dan idul adha).
Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wassalam bersabda,
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan itu tertolak”.
Perayaan hari ibu Tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, para sahabat radhiallahu anhum dan para Imam Salafus Shalih. Perayaan ini adalah sesuatu yang diada-adakan dan menyerupai orang kafir (tasyabbuh).
Tentang tasyabbuh ini ternyata memang benar adanya. Di belahan dunia lainnya, peringatan Hari Ibu bukan tanggal 22
Desember. Di Amerika dan 75 negara lainnya, seperti Kanada, Australia,
Jerman, Italia, Belanda, Malaysia, Singapura, Jepang, setiap pekan kedua
di bulan Mei diperingati sebagai Hari Ibu. Sedangkan di sejumlah negara Eropa dan Timur Tengah, peringatan Hari Ibu jatuh setiap tanggal 8 Maret.
Kesimpulan
Akhirnya, marilah kita renungi bersama tentang perayaan hari Ibu ini. Tak perlu kita ikut-ikutan kebanyakan orang yang memperingati hari Ibu. Ungkapkanlah kecintaan dan kasih sayangmu kepada Ibumu setiap hari dengan mendengarkan dan taat kepada perintah beliau dalam perkara yang ma'ruf. Jangan sekedar hanya untaian kata-kata cinta dan kasih sayang saja. Semoga kita menjadi anak yang senantiasa berbakti kepada orang tua kita, terkhusus kepada Ibu kita.
Surabaya, 10 Shafar 1434 H
Sofyan Hadi Abu Affan
Sumber:
- http://www.republika.co.id/berita/senggang/unik/12/12/22/mfffpu-ini-asal-usul-peringatan-hari-ibu-di-indonesia
-http://muslimafiyah.com/ga-ngerayain-hari-ibu-karena-hari-ibu-saya-tiap-hari.html