Sabtu, 09 April 2011

^Pakaian Syar'i Wanita Muslimah^


Oleh: Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

Wahai muslimah!

Sesungguhnya hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang berapi-api.

A. Sifat Pakaian yang Disyariatkan bagi Wanita Muslimah

1. Diwajibkan pakaian wanita muslimah itu menutupi seluruh badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya. Dan janganlah terbuka untuk mahram-mahramnya kecuali yang telah terbiasa terbuka seperti wajah, kedua telapak tangan dan kedua kakinya.

2. Agar pakaian itu menutupi apa yang ada di sebaliknya (yakni tubuhnya), janganlah terlalu tipis (transparan), sehingga dapat terlihat bentuk tubuhnya.

3. Tidaklah pakaian itu sempit yang mempertontonkan bentuk anggota badannya, sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahih Muslim dari Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam bahwasanya beliau bersabda:


صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا


“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian (pada hakekatnya) ia telanjang, merayu-rayu dan menggoda. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu' Al-Fatawa (22/146) dalam menafsirkan sabda Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam ini:

"Bahwa perempuan itu memakai pakaian yang tidak menutupinya. Dia berpakaian tapi sebenarnya telanjang. Seperti wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga menggambarkan postur tubuh (kewanitaan)-nya atau pakaian yang sempit yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, seperti pinggul, lengan dan yang sejenisnya. Akan tetapi, pakaian wanita ialah apa yang menutupi tubuhnya, tidak memperlihatkan bentuk tubuh, serta kerangka anggota badannya karena bentuknya yang tebal dan lebar."

4. Pakaian wanita itu tidak menyerupai pakaian laki-laki. Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita. Sedangkan untuk membedakan wanita dengan laki-laki dalam hal berpakaian adalah pakaian yang dipakai dinilai dari karakter bentuk dan sifat menurut ketentuan adat istiadat setiap masyarakat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu'Al-Fatawa (22/148-149/155):

"Maka (hal) yang membedakan antara pakaian laki-¬laki dan pakaian perempuan dikembalikan pada pakaian yang sesuai bagi laki-laki dan perempuan, yaitu pakaian yang cocok sesuai dengan apa yang diperintahkan untuk lak-¬laki dan perempuan. Para wanita diperintahkan untuk menutup dan menghalangi tanpa ada rasa tabarruj (mempertontonkan) dan memperlihatkan. Untuk itu tidak dianjurkan bagi wanita mengangkat suara di dalam adzan, ¬(membaca) talbiyah, (berdzikir ketika) naik ke bukit Shafa dan Marwa dan tidaklah telanjang di dalam Ihram seperti ¬laki-laki. Karena laki-laki diperintahkan untuk membuka kepalanya dan tidak memakai pakaian yang melampaui batas (dilarang) yakni yang dibuat sesuai anggota badannya, tidak memakai baju, celana panjang dan kaos kaki."

Selanjutnya Syaikhul Islam mengatakan:

"Dan adapun wanita, sesungguhnya tidak dilarang sesuatupun dari pakaian karena ia diperintahkan untuk menutupi dan menghijabi (membalut) dan tidak dianjurkan kebalikannya. Akan tetapi dilarang memakai kerudung ¬dan memakai sarung tangan, karena keduanya merupakan_ pakaian yang terbuat sesuai dengan bentuk tubuh dan tidak ada kebutuhan bagi wanita padanya." Kemudian beliau menyebutkan, bahwa wanita itu menutup wajahnya tanpa keduanya dari laki-laki sampai beliau mengatakan di akhir: "Maka jelas, antara pakaian laki-laki dan perempuan itu sudah seharusnya berbeda. Yakni untuk membedakan laki-laki dari wanita. Pakaian wanita itu haruslah istitar (menutupi auratnya) dan istijab (menghalangi dari pandangan yang bukan mahramnya -pent.). Sebagaimana yang dimaksud dhahir.


Kemudian beliau menjelaskan, bahwa apabila pakaian itu lebih pantas dipakai oleh laki-laki sebagaimana umumnya, maka dilarang bagi wanita. Hingga beliau mengatakan: "Manakala pakaian itu bersifat qillatul istitar (hanya sekedar menutupi aurat -pent.) dan musyabahah (pakaian itu layak dipakai oleh laki-laki dan perempuan - pent.), maka dilarang pemakaiannya dari dua bentuk (baik laki-laki maupun perempuan -pent.). Allahu a'lam. "

5. Pakaian wanita tidaklah terhiasi oleh perhiasan yang menarik perhatian (orang lain) ketika keluar rumah, agar tidak termasuk golongan wanita-wanita yang bertabaruj (mempertontonkan) pada perhiasan.

Berhijab

Bahwa seorang wanita yang menutupi badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya disebut berhijab. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:


وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ


"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra- putra suami mereka, putra-putra saudara perempuan mereka. " (An-Nur: 31)


Dalam firman-Nya yang lain:


وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ


"Dan apabila kamu ada sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (hijab). " (Al-Ahzab: 53)

Dan yang dimaksud dengan hijab (dari ayat di atas) adalah sesuatu yang menutupi wanita termasuk di dalamnya dinding, pintu atau pakaian. Sedangkan kata-kata dalam ayat tersebut walaupun diperuntukkan kepada istri-istri Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam, namun hukumnya adalah umum untuk semua wanita mukminah.

Karena `illat (landasan)-nya adalah berkaitan dengan firman ¬Allah Subhanahu Wa Ta’ala:


ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ


"Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. " (Al-Ahzab: 53)


Dan `illat (landasan) ini adalah umum. Maka keumuman `illat menunjukkan bahwa hukum tersebut berlaku untuk umum. Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang lain:


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ


"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ". (Al-Ahzab: 59)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam majmu'Al-Fatawa (22/110-111):

"Jilbab adalah kain penutup, sebagaimana Ibnu Mas'ud dan yang lainnya menamakan dengan sebutan rida’ (cadar) dan izar (sarung) sebagaimana umum menyebutnya, yakni kain sarung yang besar sebagai penutup kepala dan seluruh badan wanita. Diriwayatkan dari Abu Ubaidah dan yang lainnya, bahwa wanita itu mengulurkan jilbab dari atas kepalanya sampai tidak terlihat (raut mukanya), kecuali matanya. Termasuk sejenis hijab adalah niqab (sarung kepala). Dan dalil-dalil sunnah nabawiyyah tentang kewajiban seorang wanita menutupi wajah dari selain mahramnya."

Barangkali yang dimaksud adalah hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

“Ada beberapa pengendara (kendaraan) lewat di depan kami dan saat itu kami sedang ihram bersama Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam. Jika mereka sejajar dengan kami, maka kami mengulurkan jilbab ke wajah kami, dan bila mereka telah berlalu, maka kami membukanya kembali." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Lihat kitab Mas'uliyatul Mar'ati Al-Muslimati, bab Hijab wa Shufur oleh Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim AI-Jarullah

Dan dalil-dalil tentang kewajiban wanita untuk menutup wajah dari selain mahramnya menurut Al- Qur`an dan As Sunnah sangatlah banyak. Maka saya sarankan kepada anda wahai muslimah, (bacalah -pent.) mengenai hal tersebut di dalam Risalah Hijab dan Pakaian di dalam Shalat karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Risalah Hijab karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Risalatu Ash- Sharim Al Masyhur `ala Al-Maftunin bi As-Sufur karya Syaikh Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri dan Risalah Hijab karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin. Semua risalah tersebut telah menjabarkan tentang permasalahan hijab beserta hal- hal yang berkaitan dengannya.

Ketahuilah wahai muslimah!
Bahwa ulama-ulama yang membolehkan kamu membuka wajahmu dengan kata- kata yang menggiurkan (rayuan-rayuai gombal) sepertinya dapat menghindarkanmu dari fitnah. Padaha fitnah tidaklah dapat dihindari, khususnya pada zaman sekarang ini. Dimana sedikit sekali laki-laki dan perempuan yang menyerukan larangan agama. Sedikit sekali rasa malunya. Bahkan banyak sekali orang-orang yang mengumbar fitnah. Kemudian sangatlah terhina wanita yang menjadikan macam- macam perhiasan yang mengundang fitnah berada di wajahnya. Berhati-hatilah dari hal itu.

Wahai muslimah! Pakailah dan biasakanlah berhijab. Karena hijab dapat menjagamu dari fitnah dengan seizin Allah. Tidak ada seorang ulama -baik dahulu maupun sekarang- yang menyetujui (pendapat) para pengumbar fitnah. Dimana mereka (para wanita) terlibat di dalamnya.

Sebagian wanita muslimah ada yang berpura-pura dalam berhijab. Yakni manakala berada dalam masyarakat yang menerapkan hijab, merekapun memakainya. Dan ketika berada dalam masyarakat yang tidak menerapkan hijab, merekapun melepaskan hijabnya.

Sementara ada sebagian lainnya yang memakai hijab hanya ketika berada di tempat-tempat umum dan ketika memasuki tempat pemiagaan, rumah sakit, tempat pembuat perhiasan emas ataupun salah satu dari penjahit pakaian wanita, maka ia pun membuka wajah dan kedua lengannya, seakan-akan ia berada di samping suaminya atau salah satu mahramnya! Maka takutlah kamu kepada Allah, hai orang- orang yang melakukan hal tersebut!

Telah kami saksikan pula, beberapa wanita yang berada di dalam pesawat (yakni pesawat yang datang dari luar Arab Saudi), rnereka tidak memakai hijab, kecuali ketika pesawat mendarat di salah satu bandara di negara ini. Seolah-olah hijab itu berasal dari adat kebiasaan (bangsa Arab) dan bukan dari pokok-pokok ajaran agama.

Wahai muslimah!
Sesungguhnya hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang berapi-api. Maka pakailah hijab. Berpeganglah pada hijab. Dan janganlah kamu tergoda oleh pengumbar fitnah yang bertujuan memerangi hijab atau mengecilkan dari bentuknya. Sebab ia ingin menjadikanmu jahat. Sebagaimana firman Allah:

Sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh jauhnya (dari kebenaran). " (An-Nisaa': 27)

Dikutip dari Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtashshu bil Mu’minat, Edisi Indonesia “Panduan Fiqih Praktis Bagi Wanita” Penerbit Pustaka Sumayyah, Pekalongan.

Sumber : http://darussalaf.or.id

2 komentar:

jaka mengatakan...

Saudara Abu Affan, memang ada beda pendapat selama ini yg masing2 punya dasar. Pendapat yg membolehkan wajah wanita kelihatan adalah AL-QURAN sbb:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, KECUALI YG biasa) NAMPAK daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Nah Al-Quran sendiri menyatakan bahwa ada bagian wanita yg boleh dibuka, yaitu yg biasa nampak, dalam hal ini wajah dan telapak tangan. kedua bagian ini bukan termasuk aurat wanita, karena itu di dalam sholat bagian ini juga tidak ditutup.Menurut saya yg menutup wajah baik sekali utk ber hati2, tapi yg membuka wajah juga tdk salah karena Al-Quran mengatakan boleh. Kita kembalikan saja pada ALLAH dan Rasulnya.

Abu Affan mengatakan...

Kepada saudara Jaka: na'am akh, ahsanta.. mengenai hal ini yakni menutup wajah, memang ad khilaf didalamnya, dan syaikh Albani sendiri mengatakan hukumnya sunnah. namun yg afdhol yakni menutup wajah. Wallohuta'ala 'alam....

Posting Komentar

Silakan komentar di bawah sini ya...

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes