Selasa, 25 Desember 2012

Kajian Islam Bersama Al Ustadz Muhammad 'Umar As Sewed di Banjarmasin-Banjarbaru



Bismillah, dengan mengharap ridho Allah Ta'ala Hadirilah Kajian Islam Ilmiyah di Banjarmasin-Banjarbaru insya Allah bersama Al Ustadz Muhammad 'Umar As Sewed hafidzahullahu.

KAJIAN I: MENYIKAPI DUNIA AKHIRAT DENGAN ILMU
Tempat : Ma'had Al Manshurah Landasan Ulin Banjarbaru Kalsel
Waktu : Sabtu, 16 Shafar 1434 H (29 Desember 2012) Pukul 09.00 WITA- Ashar

KAJIAN II: HAKIKAT MENITI JEJAK SALAF
Tempat : Dealer Mobil Suzuki Rahmat Mobilindo
               Jalan Ahmad Yani Km 6 Banjarmasin Kalsel (Depan kantor TVRI Kalsel)
Waktu : Ahad, 17 Shafar 1434 H (30 Desember 2012) Pukul 07.00-09.00 WITA

Insya Allah disiarkan langsung melalui audio streaming di kajianbanjar.info

Hasil rekaman insya Allah akan diposting di blog ini jika sudah di upload oleh panitia.

Penyelenggara: Ma'had Al Manshurah Banjarbaru Kalsel

CP: Abu Muhammad (081348097427)

Baarakallahufiikum.

Sumber: kajianbanjar.info

Senin, 24 Desember 2012

~Seputar Hukum Mengucapkan Selamat Hari Natal~



Masih ingat dahulu setiap hari raya Idul Fitri ataupun Idul Adha, banyak ucapan selamat yang disampaikan oleh orang-orang Non Muslim kepada kita kaum muslimin. Bahkan di gereja-gereja dibuat spanduk khusus untuk ucapan tersebut. Begitupula di banyak media baik cetak maupun elektronik. Saya tidak mengerti apa maksud mereka (non-muslim, red) melakukan hal tersebut. Apakah sebagai bentuk toleransi beragama? ataukah mereka inginkan adalah agar kita kaum muslimin juga melakukan hal yang sama ketika hari raya mereka?. 
Banyak kaum muslimin yang dengan alasan toleransi, juga mengucapkan selamat atas hari raya orang-orang non-muslim (misalnya Hari Natal). Hal itu wajar saja, karena mungkin kebanyakan mereka tidak tahu hukumnya dan hanya ikut-ikutan kebanyakan orang. Mengenai boleh tidaknya mengucapkan selamat natal ini, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Kekaburan ini diperparah dengan adanya pemikiran yang berasal dari 'orang pintar' (cendekiawan, red) yang mengatakan bahwa mengucapkan selamat natal itu tidaklah mengapa atau boleh-boleh saja, bahkan ada sebagian yang mengatakan bahwa hal tersebut diperintahkan dan dianjurkan. Allohul musta'an.
Walaupun demikian, untuk mengetahui yang mana yang benar, tentu kita harus kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah serta penjelasan para 'Ulama robbani yang merupakan pewaris para nabi. Zaman sekarang ini banyak sekali orang-orang yang bicara mengenai masalah agama bahkan disebut sebagai cendekiawan, namun dalam kenyataannya sangat jauh dari nilai ajaran islam yang murni. Bahkan, apa yang mereka katakan, rujukannya berasal dari kaum orientalis barat yang memang ingin menghancurkan agama Islam ini. Mereka utak-atik dalil dan penjelasan para ulama agar sesuai dengan hawa nafsu mereka. Wal'iyadzubillah.
Lantas bagaimanakah sebenarnya tentang perkara mengucapkan selamat hari natal ini? Saya akan coba membawakan beberapa penjelasan yang saya dapatkan dan saya susun ulang untuk diambil faidahnya.

Islam mengajarkan kemuliaan dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya perlakuan baik terhadap sesama muslim, namun juga kepada orang kafir. Bahkan seorang muslim dianjurkan berbuat baik kepada orang-orang kafir, selama orang-orang kafir tidak memerangi kaum muslimin.
Islam mengajarkan kemuliaan dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya perlakuan baik terhadap sesama muslim, namun juga kepada orang kafir. Bahkan seorang muslim dianjurkan berbuat baik kepada orang-orang kafir, selama orang-orang kafir tidak memerangi kaum muslimin.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “selamat” artinya terhindar dari bencana, aman sentosa; sejahtera tidak kurang suatu apa; sehat; tidak mendapat gangguan, kerusakan dsb; beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal. Dengan begitu ucapan selamat artinya adalah doa (ucapan, pernyataan, dsb) yang mengandung harapan supaya sejahtera, tidak kurang suatu apa, beruntung, tercapai maksudnya, dsb.

Natal adalah sebuah perayaan kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa al-Masih ‘alaihis salam) yang dalam pandangan umat Kristen saat ini ia adalah anak Tuhan dan Tuhan anak serta meyakini ajaran Trinitas. Lalu bagaimana bisa seorang muslim yang bertolak belakang dan jelas berbeda pemahamannya mengenai Nabi Isa mendoakan kaum Kristen keselamatan atas apa yang mereka pahami tadi? Padahal dengan sangat jelas Allah menyatakan mereka sebagai orang kafir (QS. Al-Maidah : 72-75)

Umat Islam meyakini bahwa Nabi Isa adalah utusan Allah ke dunia, bukan anak apalagi Tuhan. Karena Demi Allah, Allah tidaklah diperanakkan dan tidak beranak, ia Maha Esa dan Maha Kuasa, tak ada satupun yang mampu menandinginya bahkan tiada yang pantas untuk sekedar disamakan denganNya. Mengucapkan selamat Natal dan bahkan ikut merayakannya sama saja dengan mengakui apa yang dipahami oleh umat Kristen, dan sudah tentu itu adalah sebuah tindak kekufuran yang nyata yang bisa membuat pelakunya jatuh kepada kekafiran. Wal'iyadzubillah.

Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya "Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah" berkata:

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ولا يدري قبح ما فعل

"Adapun memberi selamat terhadap perayaan-perayaan kufur yang khusus maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan (para ulama) seperti seseorang (muslim) memberi selamat kepada mereka (orang-orang kafir) atas perayaan-perayaan mereka. Maka ia berkata "Perayaan yang diberkahi atasmu…" atau "Selamat gembira dengan perayaan ini" atau yang semisalnya. Maka perbuatan seperti ini –kalau pengucapnya selamat dari kekufuran- maka perbuatan ini merupakan keharaman, dan kedudukannya seperti jika ia memberi ucapan selamat kepada orang yang sujud ke salib. Bahkan hal ini lebih parah dosanya di sisi Allah dan lebih di murkai dari pada jika ia mengucapkan selamat kepada orang yang minum khomr (bir) atau membunuh orang lain, atau melakukan zina dan yang semisalnya. Banyak orang yang tidak memiliki ilmu agama yang cukup terjerumus dalam hal ini, dan mereka tidak tahu akan buruknya perbuatan mereka." (Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah 1/441, tahqiq : Yusuf bin Ahmad Al-Bakry dan Syaakir bin Taufiiq, cetakan Romaady li An-Nasyr, cetakan pertama 1418 H/1997 M)

Tidak diragukan lagi bagi orang yang berakal/waras bahwasanya jika seseorang berkata kepada orang lain, "Selamat berzina" sambil mengirimkan kartu uacapan selamat, disertai senyuman tatkala mengucapkannya, maka tidak diragukan lagi bahwasanya menunjukan ia ridho dengan "zina" tersebut. Dan itulah yang dipahami oleh sang pelaku zina.

Lantas jika ada orang yang mengucakan "Selamat hari natal" bukankah ini menunjukan ia ridho denga acara kesyirikan dan kekufuran tersebut??. Ucapan selamat seperti ini, tidak diragukan lagi secara dzohir menunjukan keridoan !!!

Dari sinilah kenapa para ulama mengharamkan ucapan "selamat natal". Meskipun –sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnul Qoyyim- bahwasanya kebanyakan orang yang mengucapkannya tidak bermaksud demikian, dan tidak bermaksud rido dengan kekufuran dan kesyirikan.

Maka meridhai kekufuran, dengan cara memberikan selamat atau bahkan membantu mereka dalam perayaan tersebut, merupakan perbuatan yang diharamkan. Hal ini dikarenakan Allah Ta'ala sendiri tidak meridhai hal tersebut, dalam firman-Nya :


إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ


"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu." (QS. Az Zumar : 7)

Fatwa Ulama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab :
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)

Kesimpulan

Jangan menganggap remeh perkara ini. Mungkin sebagian orang menganggap remeh masalah ini,namun sungguh besar di sisi Allah Ta'ala. Intinya, jauhi perbuatan tersebut, dan masih banyak cara yang benar yang dituntunkan dalam ajaran Islam untuk berbuat baik kepada mereka yang bukan muslim. Semoga Allah Ta'ala senantiasa menjaga kita semua. Allohul Muwaffiq ila aqwam ath Thariq.

Surabaya, 11 Shafar 1434 H


Abu Affan

Sumber:
http://remajaislam.com/islam-dasar/aqidah/165-haram-mengucapkan-selamat-natal.html

http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2825-bolehkah-seorang-muslim-mengucapkan-selamat-natal.html

http://www.firanda.com/index.php/artikel/status-facebook/363-dibalik-ucapan-selamat-hari-natal
Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah.
Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah.
LaSudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.
Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.
Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.


Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

Minggu, 23 Desember 2012

Kisah Seorang Pelajar Memukul Ayahnya Dengan 'MUSHAF'


Bismillah.

Dalam setiap perjalanan kehidupan yang kita lewati, begitu banyak hikmah dan ibroh yang bisa kita petik untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hikmah dan ibroh tersebut senantiasa ada disekeliling kita, tinggal bagaimana upaya kita untuk merenungi hikmah dan ibroh tersebut. Malam hari ini, kembali saya dapatkan sebuah cerita yang sangat menyentuh dan penuh hikmah tentang bakti kepada kedua orang tua. Seperti judul dalam postingan ini, begitulah judul kisah yang saya dapatkan dari catatan seorang teman FB. Semoga apa yang saya bagikan di sini dapat diambil faidahnya oleh kita semua.
Adalah seorang siswa kelas 3 Tsanawi [3 SMA] di sebuah negeri Arab yang berbakti pada kedua orang tuanya. Kala hari ia menerima rapor nilai semester 1, ia pulang ke rumah dari sekolahnya dengan ruah gembira; karena ia mendapat nilai rata-rata 96!!! Lalu ia menemui ayahnya dengan penuh sukacita. Ayahnya pun melihat rapor tersebut, merangkul anaknya dan berkata: "Pintalah apa yang kau mau sebagai hadiah dariku." 

Maka sang anak pun menjawab serta merta: "Aku ingin MOBIL!!!" yang rupa-rupanya mobil termaksud adalah yang selangit ia punya harga.

Lalu sang ayah berkata: "Demi Allah, nak...saya akan menghadirkan di hadapanmu sesuatu yang lebih mahal dari mobil tersebut!" Maka sang anak pun semakin senang, namun sang ayah berujar: "Dengan syarat: Kelak di semester berikutnya, kau harus lebih lebih giat lagi, lalu mendapat nilai yang sama tingginya atau lebih tinggi lagi"                                                                  
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hari bergulir, semester kemudian pun bergilir, dan segalanya terasa begitu saja mengalir. Ternyata sang anak berhasil lulus dengan nilai rata-rata 98!!!  Ia pun berlari ke rumah dan tiada sekerut pun kulit wajahnya melainkan terpncar seri kebahagiaan. "Ayaaah....ayaaaah..."
Ia tak menemukan ayahnya, namun ibunya terlihat. Diciumnya kepala sang ibu dan bertanyalah ia: "'Apa ayah ada di rumah???" 

Ibu menjawab: "Ia sedang di maktabah [perpustakaan] rumah."Sang anak pun mengunjunginya. Hendaknya ia pun memamerkan hasil perjuangannya. Ketika sang ayah melihat ijasah anaknya, ia berkata: "Ambillah hadiah ini untukmu." sembari menyodorkan padanya sebuah mushaf biasa. Sang anak pun menerkam: "SETELAH SEGALA LETIHKU, AYAH HANYA MEMBERIKU MUSHAF!???" Lalu ia pun melempar mushaf tersebut ke muka ayahnya!!! Dan sebelum keluar dari area rumah, ia berteriak: "AKU TIDAK AKAN KEMBALI KE RUMAH INI LAGI!!!"

Dan ia tak henti mencela bapaknya....
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Beberapa bulan berlalu, sang anak menyesali perbuatannya. Ia pun kembali ke rumah. Dan ternyata ayahnya telah wafat.

Ia menemukan mushaf hadiah ayahnya di kamar. Berkecamuk rasa penasaran akan apa yang sebenarnya diinginkan ayahnya kala itu. Ia pun mengambil mushaf tersebut bermaksud membaca beberapa ayt saja. Betapa kagetnya ia melihat rupanya mushaf tersebut hanyalah 'ulbah [box/kotak] dan di dalamnya ada sebuah kunci mobil yang dahulu dijanjikan oleh ayahnya.

Kekakuan jasad pun menyerang...lisan tak hendak bukakan kunci agar berbicara biar sepatah kata sesalan...lalu...deraslah air mata laksana hujan sekali setelah bertahun lamanya....

Kisah masyhur tersebar di Internet. Silahkan cari via Google dengan judul:
قصة شاب ضرب والده بالمصحف الشريف

========================================================================

 فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرً

"....maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa' : 23-24]

Jika satu dari keduanya meninggalkanmu, sungguh telah tertutup satu dari sekian pintu surga dalam hidupmu.Jika keduanya telah meninggalkanmu, sungguh telah tertutup dua pintu surga dalam hidupmu.Dan kesempatan yang tersiakan, takkan terpanggil kembali...meskipun darah adalah yang menderas dari kedua matamu. 

Dan...tidak ada manusia yang lebih ikhlas dan tulus dalam mendoakan manusia lain...melainkan doa orang tua pada buah hatinya   

Maka, apakah menunggu perginya mereka baru kau berupaya menabur bakti?   

Apakah menunggu perginya mereka baru kau berupaya menabur bakti?     

Apakah menunggu perginya mereka baru kau berupaya menabur bakti?      
Ditulis oleh Al Akh Hasan Jaizy

Diposting ulang oleh saya sendiri -Abu Affan-, untuk diambil faidahnya. Baarokallohufiikum.

Sumber: http://www.facebook.com/notes/hasan-al-jaizy/kisah-seorang-pelajar-memukul-ayahnya-dengan-mushaf/483858818297011

Ada Apa Dengan Hari Ibu??



Setiap tahunnya, tanggal 22 Desember, di Indonesia diperingati sebagai Hari Ibu. Saya juga tidak tahu dari mana asal-muasalnya sehingga pada tanggal tersebut dijadikan hari yang spesial untuk para Ibu. Kemarin, ketika saya membuka FB, banyak sekali status-status teman FB yang isinya berupa ucapan-ucapan selamat Hari Ibu atau ungkapan-ungkapan kecintaan mereka terhadap Ibu mereka. Sepintas perayaan tersebut sepertinya baik, namun dalam memandang sesuatu setiap orang itu pasti berbeda-beda. Ya, karena perbedaan sudut pandang. Nah, sudut pandang siapa yang bisa kita pakai untuk memandang sesuatu itu baik atau tidak?. Sebagai seorang muslim, kita sudah mempunyai "kaca mata" yang bisa kita gunakan untuk menilai sesuatu. Ya, "kaca mata" yang saya maksud adalah kaca mata syari'at. Seperti halnya kaca mata yang memiliki 2 lensa, maka syari'at yang kita gunakan juga 2, yakni Al-Qur'an dan As Sunnah. 

Hari Ibu: Tinjauan Sejarah

Setelah saya coba cari asal muasal peringatan hari Ibu ini, maka saya temukan sejarah singkatnya. Mari kita simak.

Peringatan Hari Ibu di Indonesia diawali dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra dan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Bahkan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.

Penetapan Hari Ibu juga diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.

Para pejuang perempuan tersebut berkumpul untuk menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Para feminis ini menggarap berbagai isu tentang persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan. Tak hanya itu, masalah perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan masih banyak lagi, juga dibahas dalam kongres itu. Bedanya dengan jaman sekarang, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis untuk perkembangan perempuan, tanpa mengusung kesetaraan jender.
Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu. Berbagai kegiatan dan hadiah diberikan untuk para perempuan atau para ibu, seperti memberikan kado istimewa, bunga, aneka lomba untuk para ibu, atau ada pula yang membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.

Setelah melihat sejarah singkatnya, Hari Ibu itu ternyata bermula dari para pejuang perempuan Indonesia di masa sebelum kemerdekaan yang intinya adalah untuk mengenang jasa perjuangan kaum Ibu. Pada zaman sekarang ini, Hari Ibu didedikasikan sebagai hari yang tepat untuk mengungkapkan terima kasih dan kecintaan kepada para Ibu. Menjadi pertanyaan adalah, kenapa dikhususkan hanya satu hari dalam setahun kita ungkapkan terima kasih dan kecintaan Ibu kita, yang melahirkan dan membesarkan kita?. Mungkin ada yang bilang, "Ah, ini kan hanya sebagai momentum saja, bukan berarti kita cinta dan sayang kepada Ibu hanya sehari dalam setahun". Sepintas betul juga apa yang dikatakan oleh mereka yang membenarkan peringatan ini. Sekarang, mari kita tinjau permasalahan ini dengan tinjauan syariat. Sepakat?

Jasa Ibu Tak Terbalaskan

Ibu, sosok yang telah melahirkan kita, jasanya begitu besar kepada kita. Mulai dari dalam kandungan, kita senantiasa dijaga oleh Allah Ta'ala melalui rahim Ibu kita. Sungguh berat perjuangan yang dilakukan oleh Ibu kita ketika melahirkan kita. Mengapa tidak, nyawa beliau sendiri menjadi taruhannya. Setelah kita lahir, sampai kita besar, beliau tak pernah lelah untuk merawat dan membesarkan kita. Maka sudah sangat sepantasnya kita senantiasa curahkan kasih sayang kepada beliau, bukan hanya dengan ucapan saja, tapi juga ta'at kepada beliau dalam hal yang ma'ruf. Apakah kita bisa membalas jasa beliau kepada kita?. Sebagai ilustrasi, mari kita simak riwayat dari atsar sahabat nabi, Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu.

Diriwayatkan Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ

Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.

Orang itu lalu bertanya kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Masya Allah, tidakkah hati kita bergetar, sahabat yang mulia berkata seperti itu yang menunjukkan betapa besarnya jasa dan kedudukan seorang Ibu. Lantas, masihkah kita saat ini mendurhakai beliau? tidak mau patuh terhadap perintah beliau dari perintah kebaikan?. Lantas, apakah tepat jika kita ungkapkan perasaan cinta dan kasih sayang kepada Ibu hanya pada saat hari Ibu saja? Dan itupun juga sebatas kata-kata saja yang belum tentu terealisasi dalam kehidupan nyata. Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa berbakti kepada orang tua kita, terkhusus Ibu kita.
Setiap Hari adalah Hari Ibu

Setiap hari harusnya adalah hari Ibu (dalam hal ungkapan cinta dan kasih sayang serta ta'at kepada Ibu dalam hal yang ma'ruf) bukan hanya satu hari dalam setahun. Salah seorang Ulama Ahlussunnah abad ini, Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin rahimahullah berkata tentang peringatan hari Ibu dalam Majmu’ Fatawa wa Rasa’il no. 535 2/302, Darul wathan, 1413 H, Syamilah bahwasanya:
والأم أحق من أن يحتفى بها يومًا واحدًا في السنة، بل الأم لها الحق على أولادها أن يرعوها، وأن يعتنوا بها، وأن يقوموا بطاعتها في غير معصية الله -عز وجل- في كل زمان ومكان.

Seorang ibu lebih berhak untuk senantiasa dihormati sepanjang tahun, daripada hanya satu hari itu saja, bahkan seorang ibu mempunyai hak terhadap anak-anaknya untuk dijaga dan dihormati serta ditaati selama bukan dalam kemaksiatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, di setiap waktu dan tempat.”
Perkataan Asy Syaikh tersebut selaras dengan apa yang sudah di sabdakan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam, bahwasanya kita diperintahkan berbakti kepada Ibu kita lebih didahulukan daripada bakti kita kepada Bapak kita.


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu."  (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Hari Ibu: Tinjauan Syariat Islam

Islam, sebagai Agama yang sempurna, telah mengatur seluruh aspek kehidupan. Sehingga, jika ada hal yang belum kita ketahui, maka bertanyalah kepada para Ulama, pewaris para Nabi. Mengenai perayaan/peringatan hari Ibu sudah pernah ditanyakan kepada Lajnah Daimah di Kerajaan Saudi Arabia (kalau di Indonesia adalah MUI). Berikut fatwa yang dikutip dari Lajnah Daimah.

Pertanyaan: 

في أي يوم بالضبط يحتفل المسلمون بعيد الأم ؟
Kapan tanggal yang tepat untuk memperingati hari ibu?

Jawaban:
لا يجوز الاحتفال بما يسمى: عيد الأم، ولا نحوه من الأعياد المبتدعة؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد ،
وليس الاحتفال بعيد الأم من عمله صلى الله عليه وسلم ولا من عمل أصحابه رضي الله عنهم ولا من عمل سلف الأمة، وإنما هو بدعة وتشبه بالكفار.
Tidak boleh mengadakan peringatan yang dinamakan dengan peringatan hari ibu, dan tidak boleh juga memperingati perayaan peringatan tahunan yang dibuat-buat (tidak ada tuntunannya dalam al-Qur’an dan As-sunnah, karena perayaan yang dilakukan tiap tahun yang diperbolehkan dalam Islam hanya idul fitri dan idul adha).

Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wassalam bersabda,
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan itu tertolak”.
Perayaan hari ibu Tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, para sahabat radhiallahu anhum dan para Imam Salafus Shalih. Perayaan ini adalah sesuatu yang diada-adakan dan menyerupai orang kafir (tasyabbuh).
(Fatawa Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi http://alifta.com/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=Page&PageID=36&PageNo=1&BookID=23 )

Tentang tasyabbuh ini ternyata memang benar adanya. Di belahan dunia lainnya, peringatan Hari Ibu bukan tanggal 22 Desember. Di Amerika dan 75 negara lainnya, seperti Kanada, Australia, Jerman, Italia, Belanda, Malaysia, Singapura, Jepang, setiap pekan kedua di bulan Mei diperingati sebagai Hari Ibu. Sedangkan di sejumlah negara Eropa dan Timur Tengah, peringatan Hari Ibu jatuh setiap tanggal 8 Maret.

Kesimpulan
Akhirnya, marilah kita renungi bersama tentang perayaan hari Ibu ini. Tak perlu kita ikut-ikutan kebanyakan orang yang memperingati hari Ibu. Ungkapkanlah kecintaan dan kasih sayangmu kepada Ibumu setiap hari dengan mendengarkan dan taat kepada perintah beliau dalam perkara yang ma'ruf. Jangan sekedar hanya untaian kata-kata cinta dan kasih sayang saja. Semoga kita menjadi anak yang senantiasa berbakti kepada orang tua kita, terkhusus kepada Ibu kita.

Surabaya, 10 Shafar 1434 H

Sofyan Hadi Abu Affan

Sumber:
- http://www.republika.co.id/berita/senggang/unik/12/12/22/mfffpu-ini-asal-usul-peringatan-hari-ibu-di-indonesia

-http://muslimafiyah.com/ga-ngerayain-hari-ibu-karena-hari-ibu-saya-tiap-hari.html

Sabtu, 22 Desember 2012

~Rumah Belajar Abu Affan Kembali Lagi~



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta'ala, atas nikmatNya, maka sempurnalah kebaikan. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad Shalallahu 'alaihi Wa Sallam beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang senantiasa istiqomah di atas Islam hingga hari kiamat kelak. Amma ba'du.

Tak terasa sudah lama sekali saya tidak update blog ini, sudah hampir 10 bulan lebih blog ini tidak terurus. Ingat sekali saya waktu itu masih disibukkan dengan skripsi untuk meraih gelar Sarjana Teknik Kimia. Alhamdulillah sekarang diberikan waktu kembali oleh Allah Ta'ala (walaupun sebenarnya dulu juga diberi waktu, hanya saja tidak termanfaatkan dengan maksimal) untuk mengurus blog ini kembali. Seperti tujuan awal dibuatnya blog ini, tidak lain adalah sebagai sarana belajar buat saya sendiri dan mencoba berbagi dengan sahabat yang lain agar sama-sama mendapatkan faidah dari setiap artikel yang saya posting (baik artikel sendiri ataupun artikel dari web lain yang insya Allah tetap saya jaga amanah ilmiyahnya).

Akhirnya, semoga Allah Ta'ala berikan saya kemudahan untuk istiqomah dalam belajar dan berbagi faidah untuk kita semuanya. Baarakallahufiikum atas kunjungannya di blog yang sederhana ini dan semoga bermanfaat.

Sahabatmu di Jalan Ukhuwah,

Abu Affan

Sabtu, 25 Februari 2012

Hadirilah PENGAJIAN Ahlussunnah wal Jama’ah di Banjarbaru, Banjarmasin dan Palangkaraya Bersama Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsariy Hafizhahullaah


Download Kitab Manzhumah Al Haaiyyah karya Ibnu Abii Daawud As Sijistaaniy :

Kitab Manzhumah Al Haaiyyah

Semoga bermanfaat

Baarokalloohufiikum

Sumber: kajianbanjar.info

Sabtu, 29 Oktober 2011

[Download] Dialog Terbuka Mendudukkan Permasalahan Jihad dan Terorisme (2 Dzulhijjah 1432 H-29 Oktober 2011)



Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberi kenikmatan yang sangat banyak, salah satunya dengan terlaksananya “Dialog Terbuka Mendudukkan Permasalahan Jihad dan Terorisme” yang diselenggarakan oleh RUMUS (Forum Mahasiswa Muslim Surakarta) yang didukung oleh Yayasan Darul Halim dan Klinik Husada 77 pada:

Hari, tanggal : Sabtu, 2 Dzulhijjah 1432 / 29 Oktober 2011
Tempat : Gedung IPHI, Baron, Surakarta
Pemateri :
1. Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqornain bin Muhammad Sunusi (Penulis Buku Antara Jihad dan Terorisme)
2. Al Ustadz Abdul Barr Kaisenda (Pengasuh Radio An Nash Jakarta)

Berikut ini kami sediakan link download rekaman acara yang telah terselenggara:

1. Sambutan Panitia

Klik Download Mp3 di sini

2. Sesi Dialog

Klik Download Mp3 di sini

Semoga dapat diambil faidahnya wa Baarokallohu fiikum...

Sumber: http://alklateniy.wordpress.com

Kamis, 22 September 2011

Kajian Islam Ilmiyyah Bersama Al Ustadz Muhammad 'Afifuddin (23-25 September 2011)



Kajian Islam Ilmiyyah Ahlussunnah wal Jama'ah

Bersama al Ustadz Muhammad 'Afifuddin as Sidawi hafidzohulloh (Pengasuh Ma'had al Bayyinah, Gresik Jawa Timur dan Salah Satu Pembina Pendidikan Da'wah Ahlussunnah Kalimantan Selatan)

1. KEBANGKITAN DA'WAH SALAFIYYAH,
Ma'had Al Manshuroh (Jum'at-Ahad, malam Sabtu ba'da Isya)
Jl. Kawamara II Komplek Adhi Upaya No. 3 Rt. 4 Rw. 2 Landasan Ulin, Banjar Baru
24-26 Syawwal 1432H (23-25 September 2011)
Jum'at s/d Ahad (Mulai Malam Sabtu Ba'da isya)


2. MENGENAL LEBIH DEKAT AL IMAM ASY-SYAFI'I
Masjid Asy Syifa (Sabtu 25 Syawwal 1432H/24 September 2011) ba'da Ashar s/d selesai)

3. PRINSIP-PRINSIP DALAM MENCARI AL HAQ (KEBENARAN)
Gedung dealer mobil Suzuki Rahmat
Jl. A Yani Km 5,5 Banjarmasin
Ahad, 26 Syawwal 1432H (25 September 2011)
Pukul 07:00 s/d selesai

Kontak Panitia :
Muhammad Munir (0813 4809 7427)
Rekaman kajian insya Alloh nanti bisa di download di kajianbanjar.wordpress.com
Insya Alloh akan disiarkan langsung lewat Paltalk, room : Religion & Spirituality - islam - kajianbanjar

Baarokallohufiina wa iyyakum...

Minggu, 04 September 2011

~Seputar Puasa 6 Hari di Bulan Syawwal~



Ramadhan sudah kita lewati dan sekarang kita sudah memasuki bulan Syawwal. Pada bulan Syawwal ini terdapat sebuah amalan sunnah yang mulia, yang memiliki keutamaan yang besar yakni puasa sunnah 6 hari di bulan Syawwal. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya.

Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh.”[1]

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal, yang ini termasuk karunia agung dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, dengan kemudahan mendapatkan pahala puasa setahun penuh tanpa adanya kesulitan yang berarti.[2]

Fiqh Hadits

Maksud sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- كَصِيَامِ الدَّهْر “Seperti puasa sepanjang masa” maksudnya adalah puasa setahun penuh, karena kalau setiap tahun seseoang berpuasa Ramadhan dan enam hari dibulan syawwal maka seakan-akan ia berpuasa seumur hidupnya (lihat Adz-Dzakhiroh karya Al-Qoroofi 2/531). Hal ini sebagaimana dijelasakan dalam lafal yang lain dari hadits yang diriwayatkan dari sahabat Tsaubaan, dimana Nabi bersabda

من صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كان تَمَامَ السَّنَةِ { من جاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

"Barangsiapa yang puasa enam hari setelah ‘idul fitri maka seperti berpuasa setahun penuh. Allah berfirman “Barangsiapa yang memebawa satu kebaikan maka baginya 10 kali lipat balasan kebaikan”" (HR Ibnu Majah no 1715)

Dalam riwayat yang lain

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدِ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ

Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan maka satu bulan mendapat ganjaran sepuluh bulan, dan (ditambah) puasa enam hari setelah ‘iidul fitri maka hal itu seperti puasa selama setahun penuh (HR Ahmad 5/280 no 22465 dan An-Nasaai dal As-Sunan Al-Kubro no 2861, lihat juga hadits yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh sebagaiamana diriwayatkan oleh At-Thobrooni dalam Al-Mu’jam Al-Aushoth 7/315 no 7607)

Bahkan dalam lafal yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (2/298 no 2115) lebih diperjelas lagi. Nabi bersabda

صِيَامُ رَمَضَانَ بِعَشْرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ السِّتَّةِ أَيَّامٌ بِشَهْرَيْنِ فَذَلِكَ صِيَامُ السَّنَةِ

Puasa bulan Ramadhan ganjarannya seperti puasa sepuluh bulan dan puasa enam hari seperti puasa selama dua bulan, maka semuanya seperti puasa selama setahun penuh.

Maka sungguh besar ganjaran bagi orang yang berpuasa penuh di bulan Ramadhan kemudian menyertakannya dengan puasa enam hari di bulan syawaal, maka seakan-akan ia telah berpuasa selama setahun penuh. Bahkan sebagian ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa ganjarannya adalah seperti puasa wajib setahun penuh bukan puasa sunnah (lihat Haasyiyah I’aanatut Thoolibiin 2/268)

Cara berpuasa enam hari di bulan Syawwal

Agar keutamaan puasa enam hari di bulan Syawaal bisa diraih maka ada dua hal yang hendaknya diketahui

Pertama : Hendaknya puasa enam hari ini dikerjakan setelah selesai mengerjakan puasa Ramadhan, maka jika ada hutang puasa di bulan Ramadhan maka hendaknya diqodho terlebih dahulu. Maka tidak disyari’atkan puasa enam hari di bulan Syawwal sebelum mengqodho hutang puasa Ramdhannya.

Hal ini karena dalam lafal hadits Nabi mengatakan

“Barangsiapa yang berpuasa Ramdhan kemudian mengikutkannya dengan puasa enam hari di bulan syawwal maka seperti puasa sepanjang masa”

Dan kalimat (ثُمَّ) yang atrinya “Kemudian” menunjukan akan adanya tertib “urutan”. Jadi puasa enam hari di bulan Syawaal tidaklah dikerjakan kecuali setelah selesai mengerjakan puasa bulan Ramadhan. (lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Syaikh Muhammad bin Sholeh al-’Utsaimin 20/18)

Bahkan sebagian ulama memandang jika seseorang berbuka puasa di bulan Ramadhan tanpa udzur maka tidak disyari’atkan baginya untuk berpuasa enam hari di bulan Syawwal.

Ar-Romli berkata, “banyak ulama yang berpendapat bahwa barangsiapa yang tidak berpuasa (penuh) di bulan Ramadhan karena ada udzur atau karena safar, atau karena masih kecil (belum baligh) atau karena gila atau karena kafir, maka tidak disunnahkan baginya untuk berpuasa enam hari di bulan Syawwal. Abu Zur’ah berkata, “Namun yang benar tidaklah demikian. Bahkan ia tetap mendapatkan asal pahala puasa enam hari –meskipun tidak mendapatkan seperti pahala yang disebutkan di hadits karena pahala tersebut diperoleh jika telah berpuasa Ramadhan secara penuh. Dan jika ia berbuka puasa di bulan Ramadhan karena melanggar (tanpa udzur) maka haram baginya untuk puasa enam hari di bulan Syawwal” (Nihaayatul Muhtaaj 3/208)

Kedua : Tidak mengapa dikerjakan secara berurutan atau terpisah-pisah.

Ibnu Qudamah berkata, “Tidak ada bedanya antara dikerjakannya puasa enam hari ini secara berurutan atau secara terpisah-pisah, baik di awal bulan Syawwal ataukah di akhir bulan, karena hadits datang secara mutlaq” (Al-Mughni 4/440)

Meskipun sebagian ulama memandang lebih utama dikerjakan puasa enam hari tersebut secara berurutan dan langsung segera setelah ‘iedul fithri karena hal ini merupakan bentuk kesegeraan dalam beramal sholeh, dan juga jika diakhirkan akan dikawatirkan timbulnya halangan-halangan (lihat Haasyiyah I’aantut Tholibiin 2/268, Mughniil Muhtaaj 1/448, dan Majmu’ Fatawa wa Rosaail Syaikh Muhammad bin Sholeh al-’Utsaimin 20/18 )

Mendahulukan Puasa Qodho’

Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojab rohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.

Akhirnya, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memudahkan kita dalam menghidupkan amalan puasa sunnah di bulan Syawaal ini. Insya Allah...

Semoga bermanfaat..

Footnote:

[1] HSR Muslim (no. 1164).

[2] Lihat kitab Ahaadiitsush Shiyaam, Ahkaamun wa Aadaab (hal. 157).

Sumber:
1. http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/keutamaan-puasa-sunnah-6-hari-di-bulan-syawwal.html
2. http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/puasa-enam-hari-di-bulan-syawal.html
3. http://abumushlih.com/puasa-6-hari-syawwal.html/

Jumat, 02 September 2011

Ied Mubarak 1 Syawwal 1432 H



Bismillah...

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawwal 1432 H

Taqabbalallahu Minna wa Minkum

Semoga Allah menerima amal kami dan amalan kalian



Akhukum Fillah,

Sofyan Hadi Abu Affan

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes